BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Program pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini masih memprioritaskan peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak (Kemenkes RI, 2015). AKI (Angka Kematian Ibu) di Indonesia dari 359 per 100.000 Kelahiran Hidup (SDKI, 2012), telah turun menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup (SUPAS, 2015). Sedangkan AKB dari 32 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012) menjadi 22 per 1.000 kelahiran hidup (SUPAS, 2015). Angka-angka ini masih sangat jauh dari target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / SDG’s, dengan harapan tahun 2030 AKI pada tiap negara kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB tidak lebih dari 12 per 1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu di Provinsi Bali dalam 5 tahun terakhir berada di bawah angka nasional dan dibawah target yang ditetapkan 100 per 100.000 kelahiran hidup, namun setiap tahunnya belum bisa diturunkan secara sigifikan. Angka Kematian ibu tahun 2013 sebesar 72,1 per 100.000 kelahiran hidup, mengalami penurunan pada tahun 2014 menjadi 70,5 per 100.000 kelahiran hidup, namun di tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 83,4 per 100.000 kelahiran hidup dan tahun 2016 mengalami penurunan lagi menjadi 78,7 per 100.000 kelahiran hidup, dan tahun 2017 turun menjadi 68.6 per 100.000 kelahiran hidup,merupakan angka yang paling rendah dalam tiga tahun terakhir (Profil Kesehatan Provinsi Bali, 2017). Program pemerintah yang telah dilaksanakan untuk menurunkan AKI dan AKB yang disebabkan oleh komplikasi obstetri dan neonatal adalah dengan melaksanakan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) (Depkes RI, 2009). Program lain yang diberikan adalah melalui antenatal care dan kelas ibu hamil. Kelas ibu hamil merupakan sarana untuk belajar bersama untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit menular, kesehatan ibu dan janin, kehamilan risiko tinggi, tanda bahaya, komplikasi yang dapat terjadi, pemberdayaan ibu, keluarga dalam perencanaan pencegahan komplikasi serta rujukan dan akte kelahiran (Kemenkes, 2014). Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Indonesia 2017, pada tahun 2016 jumlah total seluruh Puskesmas di Indonesia adalah 9759 Puskesmas dan yang telah melaksanakan kelas ibu hamil yaitu sebanyak 8813 puskesmas (90 %). Puskesmas di Bali menurut data provisi Bali tahun 2017 yaitu sebanyak 120 puskesmas dan semua Puskesmas telah melaksanakan kelas ibu hamil. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diketahui bahwa pelaksanaan kelas ibu hamil di Puskesmas untuk wilayah Denpasar hanya mencapai 27,2% (tiga dari 11 Puskesmas) dengan rata-rata partisipasi ibu hamil untuk mengikuti kelas ibu hamil hanya mencapai 50% (diikuti lima dari sepuluh target peserta) (Widiantari, 2015). Data penelitian lainnya diketahui bahwa 50% Puskesmas di Malang pada akhirnya tidak menyelenggarakan kelas ibu hamil dikarenakan rendahnya partisipasi ibu hamil untuk mengikuti kelas ibu hamil (Kusbandiyah, 2013). Program kelas ibu hamil menurut penelitian terbukti dapat membantu pencapaian cakupan kunjungan satu (K1) dan kunjungan empat (K4) di Kabupaten Bulukumba (Izza dan Atmansyah, 2011). Data lainnya menunjukkan bahwa dengan menjalankan program kelas ibu hamil terbukti mampu menurunkan AKI dari 17 kasus kematian menjadi 12 kasus kematian ibu di Kabupaten Kediri pada tahun 2014 - 2015 (Dinkes Kediri, 2015). Membangun kesadaran ibu hamil untuk berpartisipasi aktif mengikuti program kelas ibu hamil selain motivasi dari ibu diperlukan juga faktor dukungan sosial. Dukungan sosial yang ada mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu. Dukungan sosial bisa didapat baik dari pasangan, keluarga, maupun tenaga kesehatan (Sarafino & Smith, 2014). Dukungan sosial yang paling mungkin didapatkan oleh ibu hamil adalah dari keluarganya, dalam hal ini yang terdekat adalah suami. Menurut Cohen, et al (2000) bahwa dukungan bertujuan untuk memberikan suatu penguatan bagi pribadi seseorang sehingga suami merupakan motivator yang dapat diharapkan dukungannya untuk memberikan penguatan pribadi bagi istri agar berperilaku sehat. Keterlibatan suami sejak awal masa kehamilan akan mempermudah dan meringankan ibu dalam menjalani dan mengatasi berbagai perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Sasaran kelas ibu hamil sendiri diharapkan suami ikut minimal 1 x pertemuan dalam kelas ibu hamil (Kemenkes RI, 2014). Penelitian yang dilakukan Mullany et al. (2007) menunjukkan bahwa dengan melibatkan suami dan mendapatkan dukungannya akan menghasilkan dampak dua kali lebih besar pada kesehatan ibu dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan dukungan dari suami. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian oleh Rima Melati dan Raudatussalamah (2012) terdapat hubungan signifikan antara dukungan sosial suami dengan menjaga kesehatan selama kehamilan. Dukungan suami dapat meliputi dukungan emosional, informasional, intrumental dan companionship/ pendampingan. Studi pendahuluan di empat Puskesmas di Kota Denpasar, rata-rata ibu hamil yang mengikuti kelas ibu hamil hanya 3-4 orang dari target 10 orang peserta dalam setiap kelompok. Temuan ini menunjukkan masih rendahnya partisipasi ibu mengikuti kelas ibu hamil sementara kelas ibu hamil sangat bermanfaat bagi ibu hamil secara fisik maupun mental. Penelitian oleh Lucia dkk (2013) mengatakan terjadi peningkatan pengetahuan tentang persiapan persalinan kepada ibu hamil yang mengikuti kelas ibu hamil. Pengetahuan tentang persiapan persalinan sangat penting untuk mempersiapkan ibu terutama dalam hal mental guna menyambut persalinan yang aman dan nyaman. Ariyani dkk (2011) mengatakan bahwa terdapat perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku yang signifikan pada ibu hamil yang mengikuti kelas ibu hamil sebanyak 3 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengikuti kelas ibu hamil di wilayah Kota Denpasar. Penelitian lain yang mendukung bahwa kelas ibu hamil penting diikuti oleh ibu hamil yaitu penelitian oleh Sasnitiari dkk (2017) menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengikuti kelas ibu hamil lebih dari 2 kali mempunyai pengetahuan baik terhadap tanda bahaya kehamilan sebanyak 87 persen. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan dukungan sosial suami dengan partisipasi mengikuti kelas ibu hamil di Kota Denpasar. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut “Apakah ada hubungan dukungan sosial suami dengan partisipasi mengikuti kelas ibu hamil di Kota Denpasar tahun 2019?” TUJUAN Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial suami dengan partisipasi mengikuti kelas ibu hamil di Kota Denpasar. Tujuan khusus Penelitian ini ingin mengetahui : Mengidentifikasi dukungan sosial suami di Kota Denpasar tahun 2019 Mengidentifikasi partisipasi mengikuti kelas ibu hamil di Kota Denpasar tahun 2019 Menganalisa hubungan dukungan sosial suami dengan partisipasi mengikuti kelas ibu hamil di Kota Denpasar tahun 2019 Manfaat Manfaat Teoritis Menambah ilmu pengetahuan tentang dukungan sosial suami dan partisipasi kelas ibu hamil Manfaat Praktis Bagi pemegang program: sebagai bahan masukan terkait pemberian kelas ibu hamil Bagi bidan: sebagai gambaran tentang dukungan sosial suami dengan partisipasi mengikuti kelas ibu hamil di Kota Denpasar, sehingga pemberian KIE tentang manfaat kelas ibu hamil lebih ditingkatkan Bagi penelitian: bahan masukan untuk peneliti selanjutnya yang berminat pada penelitian tentang dukungan sosial suami dengan partisipasi mengikuti kelas ibu hamil di Kota Denpasar.